Langsung ke konten utama

Postingan

CERITA PERJALANAN AYAH KE DAERAH SELATAN

CERITA PERJALANAN AYAH KE DAERAH SELATAN Setelah sembahyang Ashar aku dan adikku dipanggil ayah, dengan sangat gembira aku dan adikku berlomba-lomba memburu ayah untuk kembali mendengarkan ceritanya. Dengan sedikit kecewa karena kakakku sudah lebih dahulu ada dihadapan Ayah, kemudian aku dan adikku duduk disampingnya. Ayahmulai dengan ceritanya bahwa ketika remaja beliau sangat suka berburu bersama-sama dengan kawan-kawannya ke hutan di daerah selatan, atau tepatnya di hutan Ciamis dan sekitamya. Di hutan itu sering dibuat ranggon (dangau tinggi) sebagai pos pengintai bagi binatang-binatang yang akan diburunya. Di ping­gir hutan itu terdapat suatu perkampungan. Syahdan di kampung itu ada satu rumah yang dihuni oleh sepasang suami istri dengan seorang putrinya yang dapat dikatakan cukup cantik. Ayah cukup lama tinggal di kampung itu sehingga sering­kali berjumpa dengan orang-orang tersebut, dan biasanya ayah memanggilnya dengan sebutan pa­man. Karena lamanya tinggal di kampung

Cerita Ayah Sepuh Berkelana Mencari Guru

CERITA AYAH BERKELANA Setelah selesai sembahyang Ashar seperti biasanya aku menjumpai ayah di tempat duduknya untuk mendengarkan lanjutan ceritanya. Keinginan ayah untuk Pesantren sudah amat kukuh, bahkan pada waktu berangkat ayah tak sempat pamit pada ayah dan ibu angkatnya. Dengan i 'tikad untuk men­cari sebuah Pesantren ke arah Timur, ayah me­lanjutkan perjalanannya sampai begitu jauh hanya dengan memakai "BAKIAK" ( alas kaki dibuat dari kayu) dan dengan membawa bekal uang 3,5 sen. Cerita Ayah Berkelana Pada waktu itu jalan-jalan di Pedusunan tidak selebar dan sebagus sekarang. Menerobos hutan­-hutan kecil yang penuh belukar, menyelusuri gunung, menyebari sernak-semak. Makan seada­nya yang di pinggiran j alan, seperti bongborosan (Tumbuhan muda), daun-daunmuda, buah-bua.han yang terdapat di pinggiran jaIan dan hutan serta lain-lain yang dapat dimakan. Untuk menghilangkan rasa sepi tiada lain hanya dengan membaca shalawat dan berdzikir. Dan bila tiba waktu

Cerita Ayah

CERITA AYAH Di sore hari k.ira-kira pukul 16. 00 setelah shalat Ashar, aku dan adikku dipanggil oleh ayah "Kemari nak, minum, bersama ayah". Karena lelah setelah bermain ajakan ayah ini sungguh menyenangkan hatiku dan juga adikku. Ayah duduk di antara aku dan adikku, kadang-kadang berbaring bahkan sambil dipijit dengan terus bercerita kepada kami berdua mengenai masa lalunya Dengan senang dan gembira kami mendengarkan cerita itu. Ayah adalah seorang keturunan Eyang Dalem Pamulihan yang bertempat tinggal di Cicalung. Kakek bemama "Marna Upas" atau Nurapradja dan Nenek bemama Ma Emah. Setelah berada dalam kandungan selama 12 bulan ayah lahir pada hari Sabtu di bulan Safar (tahun Hijriyyah) di daerah Cicalung. Ada suatu tradisi di daerah itu bahwa apabila seorang anak di lahirkan pada bulan Safar hari Sabtu harus diberikan pada orang lain dan harus ditimbang. Hal tersebut sudah merupa­kan suatu kebiasaan di daerah itu. Sebagai seorang warga masyarakat yang baik

KENANGAN INDAH

Kisah Abah Sepuh dari Ibu Hj. Didah Residah PATURAY TINEUNG  "KENANGAN INDAH" Hj. Didah Residah Mubarok Dengan tersentak aku bangun .... masih terba­ring di atas tempat tidurku dalam keadaan setengah sadar kuusap wajahku beristighfar .... Masya Al­lah .... ternyata aku baru saja terbangun dari lelapnya impian. Perlahan-lahan aku bangkit turun dari tem­pat tidur menuju jam dinding, tampak baru jam 02.00. Terus aku menuju jendela kamar, kubukakan terasa angin semilir dingin menerpa wajahku. Di langit bintang-bintang bertaburan menghiasi kepekaan malam. Terasa sunyi sepi lenyap enyap, hanya ciang-ciang berbunyi gemiring riang jeng­krik menderit-derit rintih dan alunan suara katak bersahutan diiringi gemerciknya air sungai dengan alunan suaranya yang berirama mesra. Dari jauh sayup-sayup terdengar gonggongan anjing mem­belah kesunyian malam, menggonggongi bulan sabit yang tampak bening di sebelah timur di atas punggung gunung yang lerengnya masih terseli­muti gu

Kisah Abah Sepuh

Syekh H. Abdullah Mubarok Kisah Abah Sepuh " Syekh. H. Abdullah Mubarok bin Noor Muahmmad " Pendiri Pondok Pesantren Suryalaya. Cerita ini Kami sampaikan buat Anda yang kami kutip dari buku yang di susun oleh Ibu Hj. Didah Residah Mubarok anak dari Abah Sepuh. Kisah ini disusun sesuai dengan bukunya dan akan di uraikan setiap bab judulnya. Semoga dengan membaca kisah Abah Sepuh dapat memberi pencerahan ruhani kita. Amin Kisah ini di mulai dari kata sambutan dari Ibu Hj. Didah Residah Mubarok. Assalamu 'alaikum Wr. Wb. Terlebih dahulu saya mohon maaf yang sebe­sar-besarnya, maklum sifat manusia tidak luput dari kehilapan dan kealfaan, tak sunyi dari kepicikan dan kesempitan. Apa yang akan saya tuliskan dalam blog ini adalah mengenai "HIKAYAT ALMARHUM ABAH SEPUH ", ayahanda tercinta H. AB­DULLAH MUBAROK bin NUR MUHAM­MAD, mengenai perjalanan hidup beliau sejak ma­sih kecil sampai besar hingga beliau kembali pu­lang ke Rakhmatullah. Bukan se

Syekh Abdurrauf As-Singkili

Syekh Abdurrauf As-Singkili SUFISME SEORANG MUFTI KERAJAAN ISLAM DI ACEH Ia tidak hanya seorang mufti, tapi juga seorang guru tarekat sufisme di Indonesia Syekh Abdurrauf As-Singkili Bagi sebagian umat Islam di Indonesia, terutama masyarakat Aceh, tentu mengenal sosok ulama yang satu ini: Syekh Abdurrauf As-Singkili . Namanya masyhur karena peran dan kontribusinya yang begitu besar bagi dunia Islam di Indonesia. Ia merupakan ulama besar yang mewarnai Tarekat Sat-tariyah yang popular di India pada abad ke-15. Nama Sattariyah dinisbatkan kepada tokoh yang berjasa mengembangkannya, yakni Abdullah Al-Sattar. Selama hayatnya, ulama yang dijuluki Syiah Kuala ini menelurkan sekitar 21 karya tulis yang terdiri dari satu kitab tafsir, dua kitab hadis, tiga kitab fikih, dan selebihnya kitab tasawuf. Bahkan Taijuman al-Mustafid (Terjemah Pemberi Faedah) adalah kitab tafsir Syiah Kuala yang pertama dihasilkan di Indonesia dan berbahasa Melayu, Salah satu karyanya yang dianggap pen

Syekh Muhammad Sa’id Bonjol

Syekh Muhammad Sa’id Bonjol Di salah satu Pusat perjuangan Paderi (1803-1838), Bonjol, pernah pula menjadi pusat kajian Islam Tradisional Minangkabau yang masyhur namanya sampai akhir abad ke-20. Nama besar perguruan Islam Tradisional itu tak lain karena dedikasi dan ketenaran seorang ulama besar yang kharismatik di daerah ini. Ulama itu ialah Syekh Muhammad Sa’id Bonjol, terkenal pulalah beliau ini dengan panggilan “Imam Bonjol ke-II”. Masih tertulis dengan rapi nama Syekh Muhammad Sa’id Bonjol ini dalam buku-buku sejarah tua tentang Islam di Minangkabau, karena beliaulah penganjurnya yang gigih dan konsisten dengan akidah dan amalan yang dianut. Nama beliau paling banyak disebut apabila dihubungkan dengan jami’ah (organisasi) ulama-ulama Tua Minangkabau, PERTI , sebagai salah seorang sesepuh yang dihormati, teman seperjuangan Inyiak Syekh Sulaiman ar-Rasuli Candung. Organisasi Kaum Tua ini terkenallah sebagai wadah persatuan Ulama-ulama besar yang setia terhad

Sunan Gresik

Sunan Gresik/Maulana Malik Ibrahim 1. Satria Mega Pethak Siang yang terik. Matahari memanggang bumi yang gersang di desa Tanggulangin. Dari ujung desa nampak serombongan orang berkuda bersorak-sorai meneriakkan kata-kata kasar dan kotor. Mereka memacu kudanya dengan kecepatan tinggi. Penduduk desa, terutama wanita dan anak-anak yang berada di luar rumah, langsung berteriak ketakutan dan masuk ke dalam rumah masing - masing  ketika melihat gerombolan orang berkuda itu memasuki jalanan desa. Gerombolan orang berkuda itu ada sekitar dua puluh orang, terus memacu kudanya hingga ketengah-tengah perkampungan penduduk.Dua orang berada di barisan terdepan mengangkat tangannya tinggi-tinggi sebagai pertanda agar mereka yang dibelakangnya berhenti. Agaknya dua orang yang berada paling depan itu adalah pemimpinnya. Yang pertama tubuhnya tinggi besar, berewokan, ada membawa tanda tentara kerajaandi dadanya namun tanda itu dikenakan enaknya saja tanpa mengindahkan aturan satuan
Copyright © History Waliyullah. All rights reserved.