Ketahuilah, sesungguhnya ilmu menggambarkan jiwa yang berbicara tentang hakikat sesuatu dan inti benda-benda, baik menyangkut proses pertumbuhannya, kadar atau jumlahnya, bentuknya maupun dzatnya. Orang yang alim adalah orang yang meliputi, memahami, menembus, dan mampu menggambarkan apa yang diketahui. Objek ilmu adalah dzat sesuatu yang terlukis dalam jiwa. Kemuliaan ilmu bergantung pada kadar kemuliaan objek ilmu. Tingkatan atau derajat orang alim mengikuti tingkatan ilmu.
Tidak ragu lagi bahwa objek ilmu yang paling utama, paling tinggi, paling mulia, dan paling agung adalah Allah, Dzat Yang Maha Menciptakan, Maha Kreatif, Maha Benar, dan Mahaesa. Ilmu yang dihasilkan dari objek ini adalah ilmu tauhid. Dengan demikian, ilmu tauhid adalah ilmu yang paling utama, paling agung, dan paling sempurna. Ilmu ini termasuk ilmu dharuri yang wajib diperoleh oleh semua orang yang berakal. Rasulullah saw. bersabda:
“Mencari ilmu adalah wajib bagi setiap muslim.”
Hadis ini memerintahkan kita bepergian untuk mencari ilmu. Beliau juga bersabda:
“Carilah ilmu walaupun di Negeri Cina. ”
Ulama tauhid adalah ulama yang paling utama. Itulah sebabnya Allah mengkhususkan mereka dengan menempatkan nya di tingkatan yang paling tinggi. 'Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan [yang berhak disembah) melainkan Dia, para malaikat dan orang-orang berilmu [juga menyatakan demikian]." (QS. Ali imran: 18). Orang yang paling mengetahui ilmu tauhid adalah para Nabi, kemudian para ulama pewaris Nabi. Ilmu ini walaupun dzatnya mulia dan sempurna, ia tidak menafikan seluruh ilmu, bahkan ilmu ini tidak diperoleh kecuali dengan ilmu-ilmu pengantar yang jumlahnya banyak. Ilmu-ilmu pengantar itu tidak tersusun kecuali dari ilmu-ilmu yang bermacam-macam, seperti ilmu langit, ilmu perbintangan, dan ilmu-ilmu tentang penciptaan. Dari ilmu tauhid lahirlah ilmu-ilmu lain yang jumlahnya juga banyak.
Ketahuilah, bahwa ilmu secara esensial sudah mulia, meski dengan tanpa merenungkan objek-objeknya, sampai-sampai ilmu sihir tetap disebut mulia, walaupun batil. Demikian itu dikarenakan ilmu adalah lawan kebodohan, dan kebodohan identik dengan kegelapan. Kegelapan membingungkan sikap diam, dan diam dekat dengan ketiadaan. Hukum yang dibicarakan ilmu adalah ilmu wujud. Artinya, ilmu membicarakan sesuatu yang ada, dan ada lebih baik daripada tidak ada. Hidayah, kebenaran, dan cahaya seluruhnya berada di jalan ada. Jika ada lebih tinggi daripada ketiadaan, maka ilmu lebih mulia daripada kebodohan.
Kebodohan diibaratkan kebutaan dan kegelapan. Sedangkan ilmu diibaratkan mampu melihat dan cahaya.
“Dan tidaklah sama orang yang buta dengan orang yang melihat. Dan tidak [pula] sama kegelapan dengan cahaya." (QS. Fathir: 19-20).
“Katakanlah, adakah sama orang-orang yang' mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” (QS. Al Zumar: 9).
Apabila ilmu lebih baik daripada kebodohan, maka kebodohan adalah lambang tubuh, sedangkan ilmu lambang jiwa. Jiwa tentu lebih mulia daripada tubuh. Ilmu memang terbagi dalam banyak bagian yang kami akan menyebutkan di bahasan terakhir. Jalan yang ditempuh pencari ilmu juga banyak, yang kami juga akan menyebutkan di pembahasan terakhir. Sekarang, setelah mengetahui keutamaan ilmu tidaklah menjadi lebih jelas bagi Anda kecuali Anda mengetahui jiwa, yang merupakan tempat menuliskan, mengukir, dan semayamnya ilmu. Demikian itu dikarenakan badan bukanlah tempat ilmu, karena badan sangat terbatas. Ia tidak akan mampu menampung ilmu-ilmu yang banyak, bahkan ia tidak mampu memikulnya kecuali sekedar mengukir atau menuliskannya dalam kertas atau lempengan batu. Sedangkan jiwa mampu menerima dan menampung semua ilmu dengan tanpa menolak atau membuangnya, bosan atau hilang. Dalam jiwa ilmu tidak akan berdesak-desakkan karena sempitnya ruangan. Untuk itu, kami perlu menjelaskan jiwa secara ringkas saja.
Lanjutkan membaca Jiwa dan Ruh Manusia
Lanjutkan membaca Jiwa dan Ruh Manusia
Komentar
Posting Komentar