Allah
berfirman: "Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu
adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk." [QS.
Al-lsra: 32]
Di tepi jalan di Desa Bulus, di
Kota T, ada sebuah warung rujak yang selalu ramai pembeli. Pemiliknya bernama
Bu Rika, seorang janda ‘bahenol’. Anehnya, pembelinya kebanyakan para lelaki
yang suka main perempuan. Baik tua maupun muda, kalau sudah duduk di warung itu
seolah enggan beranjak. Bahkan pembeli rujak pun merasa sungkan karena
banyaknya lelaki nongkrong.
Di tinggal suami menghadap Sang
Ilahi, bukannya lebih khusyuk mendoakan arwah sang suami, Bu Rika malah menjadi
pelacur. Ia sangat menjaga penampilannya dan hobi mengkoleksi baju seksi. Tubuhnya
yang mulus selalu wangi. Tubuhnya selalu ditaburi parfum, lotion dan bedak.
Badannya yang molek, jika berjalan seperti bebek bergoyang. Banyak lelaki yang
jatuh dalam pelukannya, bahkan seorang pejabat daerah pun pernah berhasil
dipikatnya.
Suatu hari ada
acara rekreasi para pejabat daerah ke sebuah pemandian ternama di dearah
Kepanjen kota Malang. Bu Rika ikut dalam acara ini, tapi berangkat sendiri
dengan naik angkutan umum. Rombongan wisata yang diikuti pegawai sekantor
membawa serta keluarganya kecuali Pak Dinar yang sendirian karena telah mengikat
janji dengan Bu Rika. Pak Dinar yang hobi memancing mencari tempat teduh dan
sepi jauh dari wisatawan. Dari asyiknya berduaan dengan Bu Rika di bawah pohon
yang rindang tiba-tiba ada sebuah tepukan telapak tangan pada bahu Pak Dinar.
Sontak keduanya menoleh ke belakang.
“Asyik ya
punya pacar baru !” sindir suara seorang perempuan.
Pak Dinar
kaget bukan kepalang melihat istrinya tiba-tiba muncul di tempat itu. Bukankah
tadi pas Pak Dinar berangkat, istrinya sedang masak di dapur. Seperti ada yang
memberitahu Pak Dinar sedang memadu cinta dengan simpanannya. Keributan pun
terjadi. Bu Dinar memarahi Bu Rika lantaran menuduh merebut suaminya. Tak
terima dituduh, Bu Rika membela diri dengan berdalih Pak Dinar teman sekolahnya
yang lama tak bertemu. Pertengkaran itu menjadi tontonan gratis para
pengunjung.
"Dasar pelacur! Suka merebut
suami orang ! “hardik Bu Dinar.
"Enak saja ngatain pelacur.
Aku nggak ngrebut suami kamu, tapi Dinar ini teman sekolahku,” balas Bu Rika; sengit.
Sebenarnya Bu
Dinar telah mencium perselingkuhan suaminya dengan Bu Rika sejak lama.
Perjanjian Pak Dinar dengan Bu Rika di tempat wisata ini seolah sudah diketahui
istrinya. Begitu juga dengan Pak Dinar, tak henti-hentinya diomeli istrinya
hingga tiba di rumah.
“Bapak juga,
udah tua masih saja nyosor sama janda“ Geram Bu Dinar
Beberapa bulan
setelah kejadian itu, Bu Rika kembali membuat geger Desa Bulus. Suasana malam
yang sepi, Bu Rika mengajak seorang lelaki yang bukan suaminya untuk tidur di
rumahnya. Warga yang mengetahui hal ini awalnya memberi peringatan
agar Bu Rika tidak mengulangi
perbuatannya, namun hal ini tak digubris, sampai pada suatu hari warga
menggeruduk rumah Bu Rika pada tengah malam dan menggiringnya ke kantor desa.
Hampir saja Bu Rika dan pacar gelapnya diamuk massa, namun masih bisa
diselamatkan sang Kepala Desa.
“Sebagai warga
desa, saya juga malu karena desa saya tercoreng ulah Bu Rika. Banyak warga di
luar desa jadi tahu aib ini,” tegas seorang warga yang menceritakan kisah ini
pada penulis.
Akhirnya para
warga memberikan sangsi denda pada mereka berdua sebesar 2 juta untuk diberikan
pada kas Desa dan menikahkan Bu Rika dan Pak Bambang, pacarnya itu. Pernikahan
ini tak berusia lama, hanya beberapa tahun saja. Bu Rika pun kembali menjanda.
Bu Rika sering mendapat perlakuan kasar dari suaminya itu. Saat menjanda lagi
hobinya masih tetap keluyuran dan berboncengan mesra dengan lelaki yang bukan
suaminya. Gonta-ganti pasangan ibarat sudah menjadi lauk dalam makanannya tiap hari.
Bu Nila, anak
Bu Rika, sering curhat pada keluarga penulis. Dalam curhatnya, Bu Nila sering
mengeluh dan menangis karena ulah ibunya. Bu Nila hanya bekerja sebagai
penjahit dan suaminya hanya kuli bangunan. Mereka hidup pas-pasan namun Bu Rika
tak mau tahu keadaan anaknya. Saat warung rujaknya sepi, Bu Rika sering meminta
uang kepada anaknya. Uang ini yang akan digunakan untuk bersolek dan membeli
pakaian seksi.
Diusianya yang
memasuki ujung senja, Bu Rika menderita penyakit darah tinggi. Karena sering
mengkonsumsi obat, pendengarannya jadi tuli. Pembeli rujak kalau ngomong harus
teriak-teriak. Bu Rika juga mulai pikun. Sayur tidak dicuci langsung dimasak,
sering lupa menaruh barang di- mana asalnya, kadang piring kotor belum dicuci
malah dipakai. Pembeli rujak mulai bosan dan lama-lama tak ada pembeli yang
mampir.
Rinai hujan
yang mengguyur semalaman di desa Bulus membuat jalan licin dan tanah berlumpur.
Bu Rika yang hendak melihat ayam piaraannya di kandang belakang rumah jatuh
terpeleset di teras yang banyak bebatuan kerikil. Kaki dan tangannya terluka,
basah terguyur air hujan. Beberapa hari kemudian luka itu mengering menjadi
borok”
Tak lama
setelah kejadian itu, Bu Rika kembali jatuh tersungkur akibat penyakitnya strok.
Karena keterbatasan ekonomi, keluarga hanya bisa marawat seadanya dirumah.
Setiap hari Bu Rika di rumah sendirian, anaknya bekerja sebagai penjahit,
menantu sebagai kuli bangunan dan cucunya masih sekolah. Bu Rika yang belajar
berjalan mencoba "ngluyur' keluar rumah sambil ngomong yang nggak
karu-karuan. Maklum, : orang tua pikun dan tuli kadang kencing dan berak
sembarangan. Akhirnya keluarga memutuskan untuk mengurungnya di sebuah kamar kecil yang pengap. Anehnya, luka borok
yang dulu pernah jatuh tak kunjung hilang.
Kondisi Bu
Rika makin hari makin menurun Badannya kurus kering dan kulitnya putih pucat tak
pernah kena sinar matahari. Aroma tubuhnya tak sedap karena tak pernah kena air
dan jarang ganti baju. Sakitnya parah tak terobati. Harapan hidupnya kian menipis,
mungkin hanya tinggal menunggu panggilan Sang KhaliK. Hingga suatu pagi, saat
kondisi rumahnya sepi, ada seorang tetangga datang mencari Bu Nila untuk
mengambil baju yang telah dijahit.
“Tok....tok..
.tok... Assalamualaikum!’’ teriak Bu Sidah Tak ada jawaban, Bu Sadah mencoba
melihat ke samping rumah. Ada jendela terbuka yang memperlihatkan sosok yang
terbaring lemah.
“Bu Rika apa
baju saya sudah selesai dijahit?” Tanya Bu Sidah
Tetap tak ada
jawaban, Bu Rika hanya diam membisu. Bu Sidah mencoba bertanya sambil
berteriak-teriak, namun tetap saja Bu Rika diam seribu bahasa. Bu Sidah heran
mengamati tubuh Bu Rika yang diam tak bergerak dan dari kamarnya tercium aroma
tak sedap yang menyengat. Bu Sidah lalu memanggil orang kampung. Rumahnya sepi
dan terkunci rapat. Warga pun terpaksa mendobrak pintunya.
Innalillahi wa
inailaihi rojiun. Ternyata benar, Bu Rika telah meninggal. Tak ada yang tahu
saat Bu Rika sakaratul maut. Warga menelpon Bu Nila agar cepat pulang. Warga
yang membantu mengurus jenazah mengaku sedikit ngeri. Bekas luka yang menjadi
borok tetap menghiasi tangan dan kaki jenazah Bu Rika. Rambutnya kumal dan
badannya berbau tak sedap. Di masa mudanya Bu Rika gemar mengkoleksi baju seksi
dan juga sangat merawat tubuhnya yang penuh kemolekan namun di ujung usianya,
tubuh Bu Rika banyak borok yang sangat menjijikkan.
Ya Allah!
Mungkinkah penderitaan Bu Rika diujung usianya azab dari Engkau karena ulahnya
yang menjadi pelacur? Na'udzubilah minzalik. Sumber Majalah Hidayah.
Komentar
Posting Komentar