Langsung ke konten utama

Aku Menjadi Gadis Desa

Cetak Roll Banner, XBanner, Spanduk, Backdrop, Photo Paper, Kanvas, Bendera
AKU MENJADI GADIS DESA

Aku baru saja menginjak usia 16 tahun, se­orang remaja yang sedang tumbuh mekar. Seirama dengan pertumbuhan fisik yang pesat memadai firasat kewanitaan., jiwa dan pribadikupun ber­kembangmenuju kedewasaan dan tanggungjawab. Watak polos, lugu dan tak acuh terhadap keadaan disekeliling dan terhadap diri sendiri, berubah men­jadi suatu gejolak yang ingin selalu diperhatikan orang terutama lawan jenis.
Makan, mandi dan cara berpakaian yang da­hulu sering dilakukan dengan tanpa diperhatikan bahkan selalu harus dibujuk mulai ditinggalkan. Naluri kewanitaan yang peka mulai berkembang seperti keinginan mengenakan pakaian yang bagus dan indah, dengan bahan kain ke solo-soloan bersolek dan menghias diri bahkan sering kali berkhayal tentang keinginan yang bukan-bukan. Karena banyaknya tamu yang berkunjung pada ayahanda yang ingin berguru dalam hal Agama dan Ajaran Thoreqat, dengan berbagai tingkah lakunya dan berpakaian bagus-bagus terutama kaum wanitanya, maka sering kali timbul ke­inginan hati yang mendesak bahkan tak terkendali untuk sama seperti mereka. Padahal semua itu hanyalah keinginan dari bujukan nafsu yang ada pada diri manusia yang dipengaruhi bisikan setan sehingga kadang kala dapat menjerumuskan ma­nusia ke dalam kenistaan bagi mereka yang tak kuat imannya.
Teringat pada sabda Nabi "Bahwa semua anak dilahirkan dengan fitrah, maka kedua orang tua yang meyahudikan, menasranikan atau me­majusikannya. Dengan demikian jiwa dan kepri­badian sangat tergantung pada bimbingan dan asuhan orang tua. Maka menjadi kewajiban orang tualah untuk memberi perhatian dan pengertian khusus akan kebaikan dan kebatilan terhadap putra-putrinya agar kelak mereka menjadi manusia yang berguna bagi dirinya, orang tua negara dan agama.
Dengan rasa syukur dan terima kasih ku­panjatkan do'a pada Tuhan bahkan kami mem­punyai orang tua yang sangat bijaksana, baik budi pekertinya, ulama besar yang pandai mem­bawa putri-putrinya menuju jalan kebenaran yang diridhoi Tuhan. Walaupun demikian sifat manusia tidaklah selalu bersih dan tidak luput dari kesa­lahan-kesalahan dan kehilapan. Apalagi aku me­rasa paling cantik, paling ayu dan senantiasa ber­pakaian indah sifat keangkuhan selalu mengusik.
Gelora nafsu yang penderu di dalam kalbu, keinginan yang tak kunjung puas yang akan mem­bawa manusia kepada Mudarat dan Muhlihat, haruslah dikendalikan sedini mungkin, yaitu se­menjak kanak-kanak. Hal ini hanya dapat dilakukan dengan keimanan yang kuat dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan Rasul-Nya nabi Mu­hammad Saw,  yang dapat kita pelajari dari kitab.
Kedua orang tuaku tidak pernah bepergian karena banyaknya tamu yang datang dari ber­bagai tempat. Ayah seorang Sesepuh di Patapan dan menjadi Guru Besar Thoreqat Qoodiriyyah Naqsyabandiyyah, tidak heranlah banyak orang yang ingin menerima petunjuknya. Apalagi aja­ran Thoreqat yang mengutamakan pendidikan jasmani dan rokhani melalui pengamalan Dzikir Khoffi dan Dzikir Jahar lebih banyak menarik minat mereka.
Banyak keharusan-keharusan yang ayah perintahkan untuk aku jalankan dalam beribadat, seperti: banyak membaca Al-Qur'an Puasa Senin­ Kamis dan macam-macam Riadhoh lainnya.
Para santri yang belajar di Pesantren Patapan banyak sekali. Baik tua, muda, anak-anak laki­-laki dan perempuan. Dalam pekerjaannya untuk mengajar para Santri mengaji, ayah dibantu menan­tunya yang bernama H. Djunaedi. Pekerjaan yang paling aku senangi adalah mencari penge­tahuan baru dan bermanfaat. Selain itu juga aku sangat menyukai bersama, menyempurnakan bathin dan jiwa dengan mengurangi makan dan tidur, belajar ta bah sabar dan prihatin.
Teringat pula betapa aku dan saudara-saudara­ku seringkali berkumpul mengelilingi ayah yang dengan penuh kesabaran dan kasih sayang me­ngajar kami mengenai ajaran agama dan mem­berikan nasihat-nasihat yang baik, kakak.ku Mumun Djakamunji (H. Shohib) lebih banyak mendapatkan pengajaran oleh ayah bahkan suatu hari kakakku disuruh mengembara ke arah timur sampai ke Madura untuk mencari ilmu dan pe­ngalaman.
Dengan ditemani oleh abu Bakar Faqih mulai­lah pengembaraan mereka dengan berjalan kaki. Berbulan-bulan mereka pergi, sehingga mulai tumbuh rasa cemas dan gelisah dalam hatiku meng­khawatirkan keadaan mereka. Tapi suatu pagi ayah berkata padaku; "Mengapa kau mengkha­watirkan kakakmu". Dengan bingung memikirkan pertanyaan ayah timbul dalam pikiranku suatu pertanyaan Apakah mungkin tiba saatnya kakakku kembali akhirnya pertanyaanku ini terjawab setelah sore harinya mereka datang dengan selamat.
Baca Selanjutnya  Menunggu Sang Kakak
Postingan Terbaru

Komentar

Copyright © History Waliyullah. All rights reserved.