Langsung ke konten utama

Postingan

RIADHOH (WIRID) AYAH

RIADHOH (WIRID) AYAH Wirid sehari-hari yang dilaksanakan almar­hum Syaehunna Syekh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad (ABAH SEPUH) ialah "rawa­tib" dan Shalat Sunat lainnya, diantaranya: A.     1.     Wirid shalat Rowatib sebelum shalat fardu (ba' da) yang lima waktu. a.    2 sampai 4 raka'at sebelum dan se­sudah shalat Isya b.    2 sampai 4 raka'at sebelum dan se­sudah shalat Maghrib. c.    2 san1pai 4 raka'at sebelum shalat Shubuh d.    2 sampai 4 raka'at sebelum dan sesudah shalat Dhuhur. e.    2 sampai 4 rakaat sebelum shalatAshar 2.     Sesudah matahari naik sepenggatah kira-kira pukul 06.00, sembahyang Isroq, Isti'adah dan Istikharah. 3.   Dari mulai matahari naik ± pukul 07.00, sembahyang Dhuha yang waktunya sampai pukul 11.00 sebanyak delapan raka'at. 4.     Shalat Tasbih yaitu sembahyang di waktu malam. 5.    Shalat yang merupakan sembahyang pe­nutup diteruskan dengan wirid dzikir se­banyak banyaknya dilanjutkan den

Mengungsi

MENGUNGSI Negara Indonesia sebelum kemerdekaannya dijajah oleh bangsa Belanda selama ± 350 tahun, selanjutnya oleh bangsa Jepang selama 3.5 tahun. Kemerdekaan Indonesia bukanlah suatu hadiah dari penjajah, melainkan diperoleh melalui perjuangan yang telah menelan korban kesumah bangsa, tentara, laskar-laskar dan juga pemuda pemudi ikut pula menghiasi dalam sejarah negara dan bangsa. Tidak sedikit pengorbanan yang dideri­ta baik fisik, material akibat kekejaman bangsa penjajah. Tetapi dengan semangat yang menggebu dalam diri rakyat walaupun dengan persenjataan yang sangat sederhana sekalipun mereka tak gentar untuk berani maju mere but kemerdekaan. Setelah mengarungi lauatan darah dan letusan senjata yang menggelegar disertai jeritan-jeritan yang menjadi korban, akhirnya sampailah pada apa yang kita harapkan yaitu kemerdekaan Indonesia. Selama masa perjuangan bangsa Indonesia mengalami kesukaran dan kesusahan, kepahitan dan penderitaan yang tidak sedikit. Hidup tak me­nentu, usa

Menunggu Cerita Sang Kakak

Menunggu Cerita Sang Kakak Dengan luapan kegembiraan aku beserta sau­dara-saudaraku memburu untuk menjemput mereka. Begitu inginnya aku mendengarkan kisah perjalanan mereka. Dengan sabar aku menunggu mereka hingga cukup waktu untuk mereka ber­istirahat setelah perjalanan yang melelahkan itu. Setelah mereka cukup beristirahat, Paman Abu Bakar Faqih mulai menuturkan pengalamannya yang penuh suka duka mulai dari perjalanan ke Jawa Tengah sampai tiba di Madura, kakinya sampai bengkak melepuh. Suatu kebiasaan di Bulan Maulud para ikhwan (Anak murid Ayah) mengadakan perjalanan untuk berziarah ke Makom-Makom para Wali Sanga. Kadang-kadang aku diajak ikut serta. Sebagaimana kita maklumi, bahwa dalam rangka penyebaran Agama Islam di Pulau Jawa dipelopori oleh para Mubalig yang lebih dikenal dengan sebutan Wali. Para wali itu merupakan suatu Dewan yang terdiri dari 9 anggota yang oleh masyarakat kita dikenal sebutan "Wali Sanga" 1.    Maulana Malik Ibrahim di Gresik 2.    Su

Aku Menjadi Gadis Desa

AKU MENJADI GADIS DESA Aku baru saja menginjak usia 16 tahun, se­orang remaja yang sedang tumbuh mekar. Seirama dengan pertumbuhan fisik yang pesat memadai firasat kewanitaan., jiwa dan pribadikupun ber­kembangmenuju kedewasaan dan tanggungjawab. Watak polos, lugu dan tak acuh terhadap keadaan disekeliling dan terhadap diri sendiri, berubah men­jadi suatu gejolak yang ingin selalu diperhatikan orang terutama lawan jenis. Makan, mandi dan cara berpakaian yang da­hulu sering dilakukan dengan tanpa diperhatikan bahkan selalu harus dibujuk mulai ditinggalkan. Naluri kewanitaan yang peka mulai berkembang seperti keinginan mengenakan pakaian yang bagus dan indah, dengan bahan kain ke solo-soloan bersolek dan menghias diri bahkan sering kali berkhayal tentang keinginan yang bukan-bukan. Karena banyaknya tamu yang berkunjung pada ayahanda yang ingin berguru dalam hal Agama dan Ajaran Thoreqat, dengan berbagai tingkah lakunya dan berpakaian bagus-bagus terutama kaum wanitanya, maka ser

Cerita Ayah Ke Mauludan

CERITA AYAH KE MAULUDAN Seperti biasanya setelah sembahyang Ashar aku dan adikku kembali mendengarkan cerita ayah. Pada waktu itu ayah pergi ke tempat Mauludan dengan K.H. M. Rafi. Di tempat tersebut ayah ber­sama kawan-kawannya ikut memeriahkan dengan memukul rebana. Perayaan itu berlangsung se­malam suntuk. Ketika setiap tamu dijamu pada tengah malam, ayah dan K.H. M. Rafi dibiarkan begitu saja padahal ayah sangat lelah pada waktu itu. Rupanya saat itu merupakan suatu ujian yang cukup berat bagi ayah, padahal di tengah malam butajauh kemana-mana, sangat sulit untuk men­cari makanan. Dengan sakit dan iba ayah memandang pada K. H. M. Rafi yang tampak amat lapar, sehingga dalam hatinya berjanji bahwa kelak kalau Tuhan mengizinkan ayah menjadi seorang yang berada, tidak akan membiarkan orang lain menjadi sangat menderita kelaparan seperti yang dialaminya. Ke­esokan harinya, masih sangat pagi sekali ayah pamit untuk kembali pulang. Dengan mengambil jalan pintas yaitu melalui hu

CERITA PERJALANAN AYAH KE DAERAH SELATAN

CERITA PERJALANAN AYAH KE DAERAH SELATAN Setelah sembahyang Ashar aku dan adikku dipanggil ayah, dengan sangat gembira aku dan adikku berlomba-lomba memburu ayah untuk kembali mendengarkan ceritanya. Dengan sedikit kecewa karena kakakku sudah lebih dahulu ada dihadapan Ayah, kemudian aku dan adikku duduk disampingnya. Ayahmulai dengan ceritanya bahwa ketika remaja beliau sangat suka berburu bersama-sama dengan kawan-kawannya ke hutan di daerah selatan, atau tepatnya di hutan Ciamis dan sekitamya. Di hutan itu sering dibuat ranggon (dangau tinggi) sebagai pos pengintai bagi binatang-binatang yang akan diburunya. Di ping­gir hutan itu terdapat suatu perkampungan. Syahdan di kampung itu ada satu rumah yang dihuni oleh sepasang suami istri dengan seorang putrinya yang dapat dikatakan cukup cantik. Ayah cukup lama tinggal di kampung itu sehingga sering­kali berjumpa dengan orang-orang tersebut, dan biasanya ayah memanggilnya dengan sebutan pa­man. Karena lamanya tinggal di kampung

Cerita Ayah Sepuh Berkelana Mencari Guru

CERITA AYAH BERKELANA Setelah selesai sembahyang Ashar seperti biasanya aku menjumpai ayah di tempat duduknya untuk mendengarkan lanjutan ceritanya. Keinginan ayah untuk Pesantren sudah amat kukuh, bahkan pada waktu berangkat ayah tak sempat pamit pada ayah dan ibu angkatnya. Dengan i 'tikad untuk men­cari sebuah Pesantren ke arah Timur, ayah me­lanjutkan perjalanannya sampai begitu jauh hanya dengan memakai "BAKIAK" ( alas kaki dibuat dari kayu) dan dengan membawa bekal uang 3,5 sen. Cerita Ayah Berkelana Pada waktu itu jalan-jalan di Pedusunan tidak selebar dan sebagus sekarang. Menerobos hutan­-hutan kecil yang penuh belukar, menyelusuri gunung, menyebari sernak-semak. Makan seada­nya yang di pinggiran j alan, seperti bongborosan (Tumbuhan muda), daun-daunmuda, buah-bua.han yang terdapat di pinggiran jaIan dan hutan serta lain-lain yang dapat dimakan. Untuk menghilangkan rasa sepi tiada lain hanya dengan membaca shalawat dan berdzikir. Dan bila tiba waktu

Cerita Ayah

CERITA AYAH Di sore hari k.ira-kira pukul 16. 00 setelah shalat Ashar, aku dan adikku dipanggil oleh ayah "Kemari nak, minum, bersama ayah". Karena lelah setelah bermain ajakan ayah ini sungguh menyenangkan hatiku dan juga adikku. Ayah duduk di antara aku dan adikku, kadang-kadang berbaring bahkan sambil dipijit dengan terus bercerita kepada kami berdua mengenai masa lalunya Dengan senang dan gembira kami mendengarkan cerita itu. Ayah adalah seorang keturunan Eyang Dalem Pamulihan yang bertempat tinggal di Cicalung. Kakek bemama "Marna Upas" atau Nurapradja dan Nenek bemama Ma Emah. Setelah berada dalam kandungan selama 12 bulan ayah lahir pada hari Sabtu di bulan Safar (tahun Hijriyyah) di daerah Cicalung. Ada suatu tradisi di daerah itu bahwa apabila seorang anak di lahirkan pada bulan Safar hari Sabtu harus diberikan pada orang lain dan harus ditimbang. Hal tersebut sudah merupa­kan suatu kebiasaan di daerah itu. Sebagai seorang warga masyarakat yang baik

KENANGAN INDAH

Kisah Abah Sepuh dari Ibu Hj. Didah Residah PATURAY TINEUNG  "KENANGAN INDAH" Hj. Didah Residah Mubarok Dengan tersentak aku bangun .... masih terba­ring di atas tempat tidurku dalam keadaan setengah sadar kuusap wajahku beristighfar .... Masya Al­lah .... ternyata aku baru saja terbangun dari lelapnya impian. Perlahan-lahan aku bangkit turun dari tem­pat tidur menuju jam dinding, tampak baru jam 02.00. Terus aku menuju jendela kamar, kubukakan terasa angin semilir dingin menerpa wajahku. Di langit bintang-bintang bertaburan menghiasi kepekaan malam. Terasa sunyi sepi lenyap enyap, hanya ciang-ciang berbunyi gemiring riang jeng­krik menderit-derit rintih dan alunan suara katak bersahutan diiringi gemerciknya air sungai dengan alunan suaranya yang berirama mesra. Dari jauh sayup-sayup terdengar gonggongan anjing mem­belah kesunyian malam, menggonggongi bulan sabit yang tampak bening di sebelah timur di atas punggung gunung yang lerengnya masih terseli­muti gu
Copyright © History Waliyullah. All rights reserved.